Sehari Class Meeting di SD ku

Anak-anak di SD ku merindukan class meeting yang isinya perlombaan yang mengembangkan minat dan bakat mereka. “Dulu pernah pak ada lomba-lomba, tapi lama sudah”, inilah jawaban salah satu anak kelas 6 ketika kutanya kapan terakhir kali ada perlombaan di sekolah.

Class meeting biasanya diadakan selama satu pekan setelah masa ulangan umum dan menjelang penerimaan laporan hasil berlajar siswa (rapor). Namun, berbeda di sekolahku. Class meeting hanya diadakan selama sehari. Maklum, para guru ini sudah rindu istri dan anak mereka yang tinggal di kota. Jadi mereka berusaha keras menyelesaikan rapor anak-anak mereka dalam tempo sesingkat-singkatnya. Semangat yang bagus. Tapi jadi tak ada istilah remedial disini ^_^.

Waktu sehari. Langsung saja saya usulkan diadakan perlombaan sholat bagi anak-anak. Alhamdulillah semua guru menyetujui. Karena ‘konon’ katanya, kelas 1 sampai dengan kelas 6 belum bisa bacaan sholat. Guru agama mengakui hal itu. Dan beliau mengaku tak tahu lagi bagaimana caranya mengajarkan bacaan sholat. Tapi ‘diam-diam’ perlahan saya mencoba mengajarkan bacaan sholat itu pada anak-anak. Meski belum menyeluruh, paling tidak dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 ada perwakilannya. Kalau yang saya ajarkan penuh hanya kelas 4. Kecuali guru agama, semua sudah tahu kalau hari senin ini akan diadakan lomba sholat. Maklum rumah guru agama harus menyeberangi sungai. Jadi cukup susah jika memberikan informasi kepada beliau.

Hari H
Pagi ini anak-anak sepanjang perjalanan menuju sekolah sudah mulai menghafalkan kembali bacaan sholat. Anak-anak sudah membawa perlengkapan sholat, baju muslim, mukena bagi yang perempuan dan juga sajadah. Alhamdulillah, guru agama hadir. Langsung saja saya beritahukan tentang lomba sholat ini. Jadi mereka harus membuat kelompok. Satu kelompok terdiri dari 8 orang: 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Jumlah ini didasarkan pada komposisi banyaknya murid laki-laki dibandingkan murid perempuan. Sholat yang dipraktikkan yaitu sholat isyak. Langsung saja sekalian kuminta Guru Agama sebagai juri dalam lomba ini. Saya hanya mengatur jalannya perlombaan. Guru-guru lain langsung menawarkan bantuan untuk membungkuskan hadiah bagi para pemenang yang sudah saya bawa dari rumah.
Salah satu ruang kelas sudah didesain khusus lomba sholat ini. Anak-anak sangat antusias. Kelas sudah penuh dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Beberapa masih bermain di luar kelas. Urutan sudah ditentukan berdasarkan hompimpah. Lomba dimulai. Selain saya dan Guru Agama, semua guru masih di ruang guru. Saat perlombaan berlangsung, satu per satu guru masuk pula ke dalam kelas. Saya melihat senyum yang mengembang dari mereka. Salah seorang guru langsung menginstruksikan kepada anak-anak yang masih bermain di luar kelas untuk masuk semua. “Ayo semua masuk, lihat nih dan belajar sana”. Ada rasa senang dan haru melihat guru-guru turut antusias.

Semua kelompok sudah tampil. Semua murid saya persilahkan keluar terlebih dahulu menunggu hasilnya. Bacaan dan gerakan anak-anak belum sempurna. Saya agak khawatir, Guru Agama kurang menghargai usaha mereka. Oleh karena itu untuk membuka diskusi saya jelaskan kondisinya. Niat yang belum lengkap, bacaan yang pendek memang saya masih mengajarkan sampai segitu. Aku melihat nilai yang diberikan. Ternyata aku salah. Beliau sangat menghargai usaha anak-anak. Nilai terendah dari setiap poin hanya 80. Bahkan 2 kelompok bacaannya dinilai 100. Aku lega.
Semua masuk kembali. Sebelum juara diumumkan saya minta Guru Agama memberikan sedikit evaluasi apa saja yang harus diperbaiki anak-anak. Saya pun memberikan tambahan bahwa intinya bukanlah siapa yang menang dalam lomba ini. Tapi bagaimana kita mengamalkan sholat di kehidupan sehari-hari. Yang sudah bisa harus bersedia memberikan pengajaran bagi yang belum bisa. Yang belum bisa harus belajar dari yang sudah bisa. Bisa ataupun belum bisa, yang penting sholat harus ditunaikan. Perlahan saya yakin semua akan bisa. Inilah sedikit pelajaran dari lomba yang harus berkelompok. Anggota kelompok yang bisa mau tidak mau harus mengajarkan terlebih dahulu kepada mereka yang belum bisa. Kemudian juara 1, 2 dan 3 pun diumumkan langsung oleh Guru Agama dan hadiah pun diserahkahkan beliau. Acara ini ditutup dengan foto bersama semua yang ada di ruang kelas dengan Guru Agama di tengah-tengahnya.

Dari kegiatan ini, saya hanya ingin memberitahukan bahwa anak-anak ini bisa dan mau diajak belajar sholat. Hanya 2 minggu waktu yang mereka butuhkan, dan mereka membuktikan bahwa mereka bisa. Saya ingin semua menyadari bahwa tugas mendidik agama, moral dan budi pekerti bukan semata-mata tugas Guru Agama. Setiap guru memiliki tanggung jawab yang sama. Masa SD adalah masa yang sangat penting bagi mereka memiliki pondasi yang kuat. Mereka membutuhkan lebih dari sekedar transfer ilmu pengetahun. Mereka membutuhkan didikan moral dan budi pekerti dari kita, guru-gurunya.

Saya semakin yakin bahwa rekan-rekan Guruku bisa dan mau diajak berubah. Mereka cinta anak-anak. Terima kasih atas kebersamaan yang telah terjalin rekan-rekan Guruku yang hebat.
Baca selengkapnya " Sehari Class Meeting di SD ku " ini - by Mansyur Ridlo
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

Speechless

Genap satu bulan sudah aku tinggal di negeri di atas air ini. Waktunya 11 orang tim Indonesia Mengajar di Kabupaten Pasir (kami menyebutnya Tim Tengkorak Gaul) berkumpul untuk pertama kalinya.

*sekilas tentang Tim Tengkorak Gaul :
Berawal dari training Indonesia Mengajar dimana dibantuklah tim Pengajar Muda Kabupaten Paser sejumlah 11 orang. Malam hari setelah sholat Isyak 11 orang berkumpul dengan Master Fasilitator, Bapak Achmad Sjahid. Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal tentang daerah penempatan kami. Tapi yang kami dapat adalah daerah yang akan kami tempati masih dekat hutan dimana terdapat suku dayak yang biasanya memberikan sovenir berupa tengkorak pada para pengunjungnya. Selebihnya masih sangat kabur. Apa itu Kabupaten Pasir. Namanya saja baru pertama kali kudengar. Apa aku yang kurang wawasan ya. Hehe. Agar mengurangi kepanikan dan kecemasan, kami sepakat untuk menamakan kelompok ini sebagai Tim Tengkorak Gaul. Untungya disini hanya ada tengkorak ikan :-D

Back to the topic..

Beberapa hari sebelumnya aku sudah bilang ke anak-anak, bahwa tanggal 4 Desember aku akan ke Grogot. Hanya 2 sampai 3 hari. Agar mereka tak terlalu khawatir. Maklum, beberapa kejadian sebelumnya. Pernah ada kasus, guru yang ditempatkan disini. Hanya sempat mengajar 1 minggu, kemudian pamit ke Grogot tapi tak kunjung kembali.

Hari H telah tiba, pagi-pagi benar aku harus berangkat. Karena terdengar kabar bahwa di atas jam 8 pagi ombak sudah tidak bersahabat. Beberapa anak-anak pun mengikuti dari belakang, bermaksud untuk mengantarkan sampai dermaga. Papan demi papan kayu kulewati. Ibu-ibu di beberapa rumah mulai berdiri dan memusatkan pandangannya ke arahku. “Mau kemana Pak?”. “Mau ke Grogot Bu”. Beberapa orang tersenyum aneh. Terdengar pula cletukan “Tuh kan sudah gak betah dia”. Aku hanya tersenyum sambil berucap “Hanya 2 sampai 3 hari Bu. Tidak lebih”. Aku pun terus berlalu menuju dermaga ditemani anak-anak.

Di dermaga 2 guru yang juga mau ke Grogot sudah menunggu. Kapal nelayan ini siap berangkat. Maklum di desa ini tak ada taksi kapal seperti halnya di pulau seberang yang hampir setiap hari ada. Anak-anak buru-buru menyambut dan mencium tanganku. “Yah..bapak...”. “Gak papa, sebentar saja kok di Grogotnya”. Sambil berlalu, satu pesan yang kusampaikan pada anak-anak “Jangan lupa sholat ya”. Aku sangat berharap mereka tetap sholat meski tak ada aku di sana.

3 hari 2 malam sudah aku berada di Tanah Grogot. Waktunya kembali sesuai janjiku pada anak-anak.

Sampai di dermaga Desa Selengot, aku kemudian berjalan menyusuri kembali papan demi papan. Aku sudah tak menginjak tanah lagi. Aku melewati Ibu-Ibu yang juga kutemui saat berangkat. “Mari Bu...” Sambil tersenyum aku berlalu. Sayup-sayup terdengar. “Oh..bener. dia kembali”

Di rumah ternyata sudah berkerumun anak-anak untuk menyambutku. Mereka sengaja menunggu dari pagi tadi katanya. Maklum jam dinding sudah menunjukkan angka 3 dengan matahari mulai menuju arah peristirahatannya. “Bapak...bapak...” “Lama sekali sih pak”. Suara anak-anak, suara itu kudengar lagi. “Pas 3 hari kan”. “Iya pak..tapi lama betul rasanya”.

Aku masuk kamar. Ku ambil buah kelengkeng yang memang sengaj kubeli untuk anak-anak ini. Aku keluar dan memberikannya pada anak-anak. Aku ke belakang untuk membersihkan lengket air laut di muka dan tanganku seraya ambil air wudlu. Tadi aku tak sempat sholat dzuhur. Aku kembali masuk kamar, sholat dan bermaksud mengsitirahatkan badanku ini yang telah letih di perjalanan yang kutempuh sejak jam 10 pagi tadi.

Tapi anak-anak masih di sekitar kamar. Kamar kututup. Beberapa anak lari ke samping dan melongok dari jendela. Awalnya agak risih. Bagaimana aku mau istirahat kalau dilihatin terus begini. Sambil mengrenyitkan dahi aku bertanya pada anak-anak yang melongok dari jendela “Ada apa?”. Spontan anak-anak pun menjawab “Gak papa, lihat Pak Mansyur tenang sudah”...................... Speechless. Aku tak tahu harus berkata apa. Rasa letih ini tiba-tiba sirna begitu saja. Aku hanya bisa tersenyum haru dan kembali merebahkan badanku. Air mataku hampir menetes.
Baca selengkapnya " Speechless " ini - by Mansyur Ridlo
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

11 Anak Mau Keliling Indonesia

Hari ini adalah hari pertama aku memasuki ruang kelas 6. Ada 11 anak dalam ruangan ini, 5 anak kelas 5 dan 6 anak kelas 6. Maklum, guru kelas 5 berhalangan hadir, jadi ku gabung saja kelas 5 dan 6 dalam satu ruangan ini. Awalnya aku agak bingung, harus bagaimana mengajar 2 kelas dalam satu ruangan. Baiklah yang penting aku mulai dulu dan berinteraksi dengan anak-anak.

Mulailah aku dengan perkenalan diri. “Coba siapa yang tahu nama bapak?”. Beberapa anak langsung menjawab “Pak Mansyur...”. Nama saya dapat mereka ketahui dengan mudah. Sengaja setiap hari saya masih memakai kartu pengenal Pengajar Muda yang kupakai sejak training di Bogor agar anak-anak dapat mengenalku dengan mudah. “Yup, betul sekali, nama saya Mansyur. Bukan Mansyur S, tapi Mansyur R, Mansyur Ridho. Kalau Mansyur S itu penyanyi dangdut” (sambil kutulis namaku di papan tulis). Anak-anak menyambutnya dengan gelak tawa.

“Nah, sekarang siapa yang tahu Bapak dari mana asalnya?”. Semua langsung diam dan terlihat berpikir untuk mencoba menerka-nerka. Beberapa jawaban terlontar dari anak-anak “Dari Selengot”, “Dari Tanjung Aru”, “Dari Grogot”. Selengot adalah nama Desa ini, sedangkan Tanjung Aru adalah nama desa yang terletak di seberang pulau ini. Tanah Grogot adalah nama Ibukota Kecamatan di sini, orang-orang akrab menyebutnya Grogot. Ada juga yang menerka “Dari Balikpapan”, “Dari Jakarta”. Langsung saja aku jawab “Ya, betul. Bapak dari Jakarta. Kuliah di Jakarta dan asal Bapak dari Jombang, siapa yang sudah tahu mana itu Jakarta dan Jombang?” Semua hanya geleng kepala. Aku berhenti sejenak. Aku melihat ada peta Indonesia dan peta Kalimantan Timur terpajang di dinding belakang. Baiklah kuambil saja peta tersebut dan kupasang di paku-paku di atas papan tulis.

“Baiklah, anak-anak mari semua maju ke depan. Sekarang coba cari letak kita ada dimana!”. Mereka ber 11 kemudian maju ke depan dan mulai mencari desa mereka. Dengan serius mereka mencoba mencari letak desa mereka di peta. “Kami di Selengot pak, mana Selengot? Pusing pak. Tidak ketemu”. “Baiklah, sekarang kita fokus saja dulu di Peta Kalimantan Timur (sambil kutunjuk petanya), kita sekarang berada di Desa Selengot. Kecamatan Desa selengot Apa?” Kutuntun mereka untuk menemukan terlebih dahulu Kabupaten Pasir. Ketika berhasil menemukan Kabapen Pasir, mereka bersorak riang gembira. “Bagus, sekarang kita lihat peta Indonesia. Coba cari mana Jakarta dan mana Jombang!” Sambil kutuntun juga, maka berhasil menemukan letak Jakarta dan Jombang pada peta. Salah satu spontan berkata “Wah..jauh ya”. “Iya, jauh...” Mulailah saya bercerita tentang Indonesia Mengajar dan menunjukkan 4 daerah penempatan lainnya di Peta Indonesia.

Salah seorang anak tiba-tiba berkata “Wah...Indonesia ternyata luas ya”. “Iya, luas sekali. Siapa yang sudah pernah ke Jakarta?” Tidak ada yang mengacungkan tangan. “Belum ada, baiklah. Siapa yang sudah pernah ke Balikpapan?”. Mereka hanya meggelengkan kepala. “hmmm...Kalu begitu siapa yang sudah pernah ke Grogot?”. Hanya satu orang yang mengangkat tangannya. Wow..ternyata banyak dari mereka bahkan menyeberang ke Ibukota kecamatan pun belum pernah.

“Sekarang, bapak mau tanya. Siapa yang mau ke Grogot?” semua anak langsung mengacungkan tangan. “Siapa yang mau ke balikpapan?”, tak seorang pun yang tidak mengangkat tangannya. “Siapa yang mau ke Jakarta?”. Acungan tangan mereka makin tinggi, ada yang sampai berdiri. “Siapa yang Mau Keliling Indonesia?”. “Saya..saya...saya...”. Semua berdiri dan mengacungkan tangannya. “Ok. Berapa jumlah kalian?”. Mereka kemudian berhitung, “11 orang Pak”. “Yakin kalian semua mau keliling Indonesia”; “Yakin Pak”; pertanyaan ini sampai kuulang tiga kali. Dan jawaban mereka tetap sama dan semakin lantang. “Baiklah, kalau begitu 11 anak Mau Keliling Indonesia”. Maka kutulis di papan tulis “11 Anak Mau Keliling Indonesia”.


“Lalu bagaimana caranya ya untuk keliling Indonesia?, apa ya yang harus kita lakukan agar bisa keliling Indonesia?”. Ku minta satu per satu menjawab pertanyaanku ini. Berikut jawaban-jawabannya:

1*Jalan Kaki
2*Naik kapal
3*Naik Bus
4*Naik Pesawat
5*Harus sekolah dulu
6*Harus lulus sekolah
7*Harus belajar yang rajin
8*Harus kuliah dulu
9*Naik Mobil
10*Harus bekerja dulu
11*Harus berpikir

Kemudian setiap jawaban dibahas. Setiap orang harus berpendapat kenapa Mau Keliling Indonesia dengan cara yang disampaikan masing-masing. Ada yang menyanggah dan mendukung jawaban temannya. Setiap sanggahan atau dukungan haruslah memiliki argumentasi yang jelas. Intinya semua jawaban benar.

Langkah selanjutnya, mereka kubagi ke dalam 3 kelompok. Setiap kelompok bertugas untuk mendiskusikan dan mengurutkan 11 jawaban yang ada menjadi suatu cara yang runut untuk keliling Indonesia. Diskusipun berlangsung seru sekali. Setelah berdiskusi, setiap kelompok mempresentasikan jawabannya berikut alasannya kenapa membuat urutan demikian. Masing-masing kelompok memiliki urutan yang berbeda satu sama lain. Ada yang berpendapat keliling indonesia benar-benar di akhir setelah “harus bekerja dulu” diletakkan pada urutan akhir. Ada yang berpendapat bisa keliling Indonesia mulai sejak kuliah. Semua betul. Aku mendukung semua jawaban. Lalu aku bercerita bagaimana kisahku mulai perlahan keliling daerah-daerah di Indonesia. Aku sendiri belum menuntaskannya. Aku hanya ingin mereka memiliki semangat yang luar biasa untuk keliling Indonesia. Mulai dari sekarang. Karena mereka anak-anak yang luar biasa. Kening dan pancaran matanya menyiratkan masa depan yang cerah. Kami saling menyatukan tangan dan berjanji akan keliling Indonesia. Janji 11 Anak Mau Keliling Indonesia.
Baca selengkapnya " 11 Anak Mau Keliling Indonesia " ini - by Mansyur Ridlo
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments